Dapatkah
prinsip-prinsip fisika diterapkan dalam bernyanyi? Kedengarannya
mustahil. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Fisika adalah ilmu yang
diidentikkan dengan rumus-rumus serta angka-angka yang sering membuat pusing
kepala “dikawinkan” dengan bernyanyi yang berurusan dengan
perasaan.
Memang
tampaknya kontras.Namun seorang penyanyi yang berhasil bernyanyi
dengan baik sebenarnya telah menerapkan prinsip-prinsip fisika
dengan baik.Mari kita telusuri hal tersebut.Unsur-unsur pembentukan suara
terdiri dari pernafasan yang menggetarkan pita suara,sehingga timbul bunyi.
Bunyi ini diperkuat oleh rongga-rongga resonansi/resonator di dalam tubuh,di
daerah kepala,mulut dan dada. Bunyi-bunyian tadi diperjelas oleh
alat-alat artikulasi dalam mulut.
a.
Teknik pernafasan:
Penguasaan
tekhnik pernafasan yang baik dalam bernyanyi adalah masalah sangat
mendasar dalam menghasilkan ketepatan nada(pitch),volume control, produksi
suara, frasering dan unsur-unsur bernyanyi lainnya.Dalam bernyanyi kita kenal
pernafasan diafragma(selaput antara rongga dada dan rongga perut), yaitu
tekhnik pernafasan dengan menggerakkan diafragma naik turun. Proses ini
dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar
1.a
Gambar 1.b
Proses
menarik nafas (inhale) terjadi bila diafragma bergerak turun sehingga volume
rongga dada menjadi lebih besar (gb 1.a).Tekanan udara dalam paru-paru akan
menjadi lebih kecil dari tekanan udara luar, berlaku Hukum Boyle
PxV = C
Keterangan :
p :tekanan udara.
C: konstan.
Udara luar(Oksigen)
yang tekanannya lebih besar dari tekanan udara dalam paru-paru akan mengalir
dengan mudahnya masuk ke dalam paru-paru. Proses menghembuskan nafas (exhale)
(gb1.b) merupakan kebalikan dari proses mengambil nafas. Bila diafragma
bergerak naik maka volume rongga dada menjadi lebih kecil.Tekanan udara dalam
paru-paru akan menjadi lebih besar dari tekanan udara luar sehingga terjadi
pelepasan udara( Karbondioksida) keluar dari paru-paru .
b.
Pita suara
Ketika
udara dihembuskan keluar, dalam perjalanannya udara tersebut menggetarkan pita
suara penyanyi. -Ukuran pita suara pria dewasa lebih panjang dan lebih tebal
dari pada pita suara wanita dan anak-anak - Sebagai konsekuensinya, saat
bergetar pita suara pria akan menghasilkan panjang ½ gelombang( ½Î») yang
lebih panjang dan amplitudo (simpangan maksimum dari titik setimbang ) yang
lebih besar dari penyanyi wanita. Amplitudo gelombang menentukan kuat bunyi
(Gambar 2.a dan 2.b). Makin besar amplitudo gelombang, makin kuat pula bunyi
yang dihasilkan. Dengan demikian maka suara pria menjadi lebih kuat dari
suara wanita dan anak-anak. Tenaga pria dewasa yang lebih kuat dari tenaga
wanita juga ikut menentukan dorongan/support nafas sehingga amplitudo gelombang
pita suara pria menjadi maksimal.
Gambar 2.a Setengah
gelombang suara
pria
Gambar 2.b. Setengah gelombang suara wanita
Untuk cepat rambat
bunyi yang sama memenuhi persamaan:
V=
λ x f
atau
f
=v/λ
Dari
persamaan cepat rambat gelombang di atas tampak bahwa frekuensi
berbanding terbalik terhadap panjang gelombang bunyi.Artinya, makin besar
panjang gelombang makin kecil frekuensi bunyi dan sebaliknya, makin kecil
panjang gelombang bunyi makin besar frekuensinya. Karena panjang ½ gelombang
pita suara pria dewasa lebih panjang dari panjang ½ gelombang pita suara wanita
dewasa , maka frekuensi suara pria dewasa menjadi lebih kecil dibandingkan
frekuensi suara wanita dewasa dan anak-anak. ( fp < fw
). Kondisi pita suara yang membentuk setengah panjang gelombang ini
menghasilkan nada dasar.
Tinggi
nada berbanding lurus terhadap frekuensi bunyi sehingga mengakibatkan
tingginada(pitch) suara pria lebih rendah dari suara wanita dan
anak-anak. Sebagai pem-banding, frekuensi nada dasar pria = 128 Hz
sedangkan nada dasar suara wanita =256 Hz. Artinya dalam satu detik, nada dasar
pria bergetar sebanyak 128 kali dan suara wanita bergetar sebanyak 256
kali. Perbandingan frekuensi 1: 2 adalah interval oktaf. Dengan demikian maka
nada dasar suara pria berada satu oktaf di bawah nada dasar
suara wanita.
Pita
suara wanita yang lebih tipis mempunyai keuntungan tersendiri, yakni
lebih lentur dan dapat menghasilkan frekuensi yang lebih tinggi.
Dalam
penulisan partitur lagu menggunakan notasi balok,hal ini tampak sangat jelas
dengan menggunakan dua kunci/clef yang berbeda.Suara wanita dan suara anak
menggunakan kunci G sedangkan suara pria menggunakan kunci F.
c.
Memfokuskan Pita Suara.
Saat
bernyanyi, seorang penyanyi memfokuskan pita suaranya untuk mendapatkan
berbagai efek suara. Menurut Hukum Marsenne,tinggi nada senar bergantung
pada tegangan senar.Apabila pita suara dianalogikan dengan senar maka
pada kondisi ini pita suara akan menghasilkan nada tinggi.Sang penyanyi
mengatur pita suara pada “ketegangan” tertentu untuk memperoleh
tingginada sesuai dengan yang diinginkan. Makin sering berlatih memfokuskan
pita suaranya maka makin tinggi pula jangkauan nada yang dapat dicapainya.
d.
Produksi Suara
Pada
saat penyanyi membentuk vocal “ a “ rongga mulut dibentuk
seluas mungkin ( jarak antar gigi ± 3 jari) agar suara yang dihasilkan oleh
pita suara diperkuat oleh dinding pantul dalam rongga mulut penyanyi.Suara
tersebut diarahkan ke langit-langit keras (hard palate) bagian atas dengan sudut
datang tertentu sehingga menghasilkan suara pantul yang mengalir keluar secara
bebas tanpa mengalami hambatan.Suara yang dihasilkan cukup bersih. Apabila
sudut datang dibuat lebih kecil, maka suara tadi akan membentur langit-langit
lunak(soft palate) sehingga sebagian suara diredam. Terjadi vocal gelap.
e.
Resonansi
Resonansi
adalah peristiwa ikut bergetarnya suatu benda akibat dari benda lain yang
bergetar di dekatnya.Tujuan pembentukan resonansi adalah agar suara yang
dihasilkan lebih terasa “penuh”. Ada tiga wilayah resonansi yakni,
·
Daerah kepala dengan rongga-ronga resonansi(resonator) :rongga tulang
dahi,rongga tulang baji,rongga tulang tapis,rongga sinus. Daerah mulut dengan
rongga resonansi : tulang rahang,tenggorokan dan Rongga resonansi
dada. Seorang penyanyi terbiasa melatih diri memperluas
rongga resonansi, misalnya dengan cara menaikkan langit-langit lunak. Pada
proses ini rongga mulut diperluas dan rongga hidung menjadi luwes. Karena
suara atau bunyi adalah gelombang longitudinal,yaitu gelombang yang
merambat dengan cara merapat dan merenggang, penyanyi yang terlatih dapat
mengatur rapatan “gelombang stasioner “ (yaitu gelombang
dengan frekuensi dan amplitudonya sama namun fasenya
berlawanan) tepat jatuh di dinding pantul tersebut. Peristiwa ini
berlangsung terus menerus selama penyanyi membawakan lagu. Dengan
demikian suara yang dihasilkan akan terdengar nyaring. Rongga
resonansi dalam tubuh dengan berbagai ukuran dan bentuk sangat menentukan
warna suara(timbre). Dengan demikian kita dapat membedakan warna suara pria dan
wanita serta anak-anak.